Senin, 05 Juli 2010

Bersaing, Raih 5 Beasiswa Dokumenter

JAKARTA, KOMPAS.com - Sepuluh dari 360 proposal mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia untuk menggarap film dokumenter memperebutkan Eagle Awards Documentary Competition 2010, memasuki tahap pitching forum. Mengangkat tema Cerdas Indonesiaku, Jumat (25/6/2010), lima dewan juri menetapkan lima proposal terbaik yang berhak peroleh beasiswa untuk menggarap film dokumenter.

Dan juga diikutkan dalam festival film dokumenter di mancanegara.
-- Henny Puspitasari

Lima film dokumenter terbaik yang digarap dengan dana beasiswa itu akan diputar perdana pada 27 Agustus 2010 di Jakarta. "Dan juga diikutkan dalam festival film dokumenter di mancanegara, dan meraih penghargaan seperti film dokumenter Suster Apung dan Kepala Sekolah Pemulung," kata PR & Publicity Manager MetroTv, Henny Puspitasari, Kamis (24/6/2010), di Jakarta.

Konsultan Program Eagle Awards Lianto Luseno mengatakan, karena tema yang diangkat Cerdas Indonesia, kebanyakan dari 360 proposal menampilkan sekolah secara fisik, yang membuat kesannya jadi stagnan. Setelah diseleksi dengan ketat, ditetapkan 51 proposal untuk diriset. Kemudian dari 51 menjadi 23 proposal, dan kemudian ditetapkan 10 proposal masuk semifinal.

Sepuluh proposal yang bersaing untuk dapatkan lima beasiswa adalah "Bingo", yang disutradarai M. Fajri Aminul Nasrullah dan Ani Susilowati, dari Surabaya, Jawa Timur. Film dokumenter "Bingo" yang akan digarap mengisahkan perjalanan prestasi tim robotika di Indonesia, terutama dari mahasiswa PENS-Institut Teknologi Surabaya, yang selama 11 kali berturut-turut berhasil menjadi juara kontes robot nasional. Bahkan pernah mendapat gelar juara dunia dalam kontes robotika internasional.

Tomy Almijun dan Rosniawanti Fikri Tahir dari Kendari, Sulawesi Tenggar, akan menggarap " Beasiswa Ala Bajo". Film dokumenter ini mengisahkan proses pemberian beasiswa ala masyarakat Suku Bajo yang dilakukan secara swadaya untuk membantu anak-anak Suku Bajo melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Budiyanto dan Elsha Parawira Putri dari DKI Jakarta mengajukan proposal untuk menggarap film dokumenter "Dongeng Ajaib". Film ini mengangkat metodologi dongeng sebagai sarana mencerdaskan bangsa.

Sebuah tradisi budaya bangsa yang telah lama ditinggalkan ini ternyata memiliki manfaat yang sangat besar bagi pendidikan anak dan menjalin hubungan yang lebih erat antara anak dan orang tua. Muhammad Aryo Farid Zidni (29) hadir untuk mendongeng dari satu taman baca ke taman baca yang lainnya secara cuma-cuma untuk mengatakan pada dunia, bahwa mendongeng dapat mencerdaskan anak.

Sementara itu, Suyadi dan Imade Anom Bawa dari Bogor, Jawa Barat, dalam film "Ganesha dari Rimba Sumatera" bercerita tentang sebuah komunitas miskin di Desa Talang Gajah. Sebuah desa kecil dan terpencil di tengah-tengah hutan belantara Sumatra, yang berjuang dengan luar biasa meraih pendidikan di sekolah desa yang kondisinya sangat bersahaja.

Pesawat tanpa awak

Dendi Pratama dan Danang Cahyo Nugroho, dari Sleman, Yogyakarta, akan menggarap film "Habibie dari Selokan Mataram". Film ini mengisahkan seorang bernama M Toha, seorang pekerja percetakan yang dikenal karena keahliannya di bidang aeromodeling dan robotik. M Toha, dengan komunitas Seribu Bintang, menciptakan sebuah pesawat tanpa awak, yang memiliki navigasi dan dilengkapi dengan system UAV yang bisa digunakan untuk kepentingan riset, survei atau sebagai pesawat mata-mata.

Yoyo Sutarya dan Esa hari Akbar dari Bandung, Jawa Barat, dalam film "Hong", akan mengangkat kearifan lokal komunitas Hong yang mengajak anak-anak kembali ke permainan tradisional. Karena permainan tradisional mampu meningkatkan motorik dan kreativitas anak.

Kisah perjuangan ibu-ibu rumah tangga Desa Sikunir, Kecamatan Bergas, Semarang, akan diangkat Samrin dan Saiful Rohman dalam film dokumenter bertajuk "Pasinaon". Walaupun pendidikan ibu-ibu tersebut hanya tamat SD, ternyata Koran Pasinaon mampu memberikan sebuah alternatif bahan bacaan bagi masyarakat setempat, sehingga mampu memyemangati warga untuk menulis dan membaca.

Hazwin dan Aswadi N Jayadi dari Pinrang, Sulawesi Selatan, akan menggarap film "Pejuang Ras". Film ini mengisahkan sosok Pak Syarir yang menemukan teori-teori baru mengenai dunia peternakan unggas yang bertentangan dengan teori-teori ahli unggas.

Dikisahkan, Pak Syarir menemukan ras ayam baru yang dinamakan dengan ayam kampung Super Buras. Pak Syarir telah membina banyak peternak sukses di daerahnya. Pejabat dan mahasiswa meggali ilmu darinya.

Ada juga "Sekolah Master Anak Jalanan", yang akan digarap Deny Surahman dan Wiguna Satria, dari Depok, Jawa Barat. Film ini bercerita tentang sekolah gratis yang didirikan Nurrohim, pengumpul barang bekas, untuk anak jalanan dan masyarakat yang kurang mampu. Didirikan sejak 2001, sekolah tersebut kini mempunyai murid sebanyak 1.500, mulai dari SD, SMP, dan SMA. Sejumlah muridnya meraih prestasi.

Sementara dari Yogyakarta, Angga Kusuma Aribowo dan Anggita Ani Susilo dari Yogyakarta, menggarap film " Sumanto, si Pustakawan Ontel". Film tersebut mengisahkan pengabdian seseorang dalam dunia pendidikan, yang membuat perpustakaan keliling guna mencerdaskan masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar